
Kaltaraberkisah.com, Tanjung Selor – Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari melontarkan kritik pedas terkait keterlambatan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam menyelesaikan penginputan program anggaran perubahan.
Saat awak media ini mempertanyakan terkait transparansi anggaran perubahan dalam pencapaian program pemerintah.
Menurut Fajar, kondisi ini dinilai menjadi penghambat utama pencapaian target pembangunan daerah.
Ia menyebut, hingga saat ini capaian program pemerintah baru berjalan sekitar 1 persen. Salah satu penyebabnya adalah budaya keterlambatan penginputan program oleh OPD tertentu yang berulang setiap tahun.
“Begitu penginputan terlambat, otomatis ketok palu anggaran juga ikut tertunda. Penginputan oleh semua OPD ‘kan harus selesai dulu, baru bisa diketok. Setelah diketok, harus dievaluasi lagi di pusat minimal sebulan. Belum lagi BPKAD menjawab paling lambat tujuh hari untuk mendapatkan nomor rekeningnya. Sementara waktu untuk menghindari Silpa sangat singkat,” jelasnya.
Dampaknya, kata dia, dinas-dinas lain yang sudah menyelesaikan pekerjaannya ikut terbebani. Padahal, setiap belanja APBD ditopang terlebih dahulu, sementara keterlambatan pengembalian bisa menimbulkan risiko keuangan serius.
“Setiap perbelanjaan APBD itu ‘kan ditalangi dulu, tapi kalau lambat pengembaliannya, ya modar juga. Kasihan dinas lain yg udah selesai, harus kejar target menyelesaikan program, tapi gara-gara ‘dosa’ dinas lain yang lambat, berpotensi tidak terkejar targetnya,” ungkapnya.
Dikatakannya, OPD yang gemar terlambat itu tidak bisa memposisikan setiap dinas dan setiap tahun bahwa kondisi keuangannya baik-baik saja untuk menalangi. Sebab jika di posisi keuangan sedang tidak sehat, maka tentu akan berdampak pada potensi Silpa anggaran.
“Kalau memang orangnya bisa kerja, sudah fasih atau khatam dengan pekerjaannya, dan profesional, tidak mungkin lambat begini. Lucu kalau tiap tahun terulang tanpa koreksi dan evaluasi. Kalau tidak bisa kerja, harus berjiwa ksatria, sportif, jentle dong, mengundurkan diri saja,” ujarnya blak-blakan.
Dikatakannya, OPD seharusnya memahami bahwa sistem keuangan daerah ini berjalan secara terintegrasi. Jika ada yang lambat, maka otomatis mengganggu dinas lain.
“Mestinya, Kepala OPD paham bahwa kondisi ini tersistem, jika mereka tidak peka, jika mereka lambat setiap tahun, maka ini akan berpotensi berisiko serius pada Silpa anggaran gara-gara risikonya serius tapi OPD nya yang tidak serius,” tandas Fajar.
Imbuh Fajar mengatakan, bahwa orang cerdas itu ikut sistem, bukan sistem yang dipaksa ikut ‘orang cerdas’.
“Harusnya mereka menyadari, bahwa ini sistem, maka ‘orang cerdasnya’ yang harus ikut sistem. Tidak mungkin sistem yang mengikuti maunya ‘para orang-orang cerdas’ ini, kecuali dia yang buat sistemnya, dan itu pun bahkan yang buat sistem itu sendiri masih terikat dengan sistem yang dia buat sendiri,” ucapnya.
Ucapnya lagi, kalau memang serius mendukung pencapaian program pemerintah, mustahil keterlambatan ini dibiarkan terjadi setiap tahun.
“Jangan sampai terkesan ada unsur kesengajaan memperlambat roda pemerintahan dalam wujud pelaksanaan visi-misi Kepala Daerah. Ini hanya kritik konstruktif, untuk semangat sama-sama kita benahi, tidak usah Baper (bawa perasaan), ” pungkasnya. (Chy)