
Kaltaraberkisah.com, Tanjung Selor — Dalam rangka memperkuat pemahaman masyarakat tentang hak memperoleh informasi, Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari gelar Diskusi Keterbukaan Informasi Publik bekerjasama dengan Forum Intelektual Kalimantan Utara (FIKR) menghadirkan Komisioner Bidang Advokasi, Sosial, dan Edukasi Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Utara (KI Kaltara), Berlanta Ginting, S.E., M.Div., C.M.E.D., S.P., A.P.Dalam paparannya, Berlanta Ginting menegaskan pentingnya keterbukaan informasi publik sebagai pilar good governance dan upaya pencegahan korupsi. (15/10/2025)
“Pemberian akses informasi yang maksimal merupakan bagian dari pencegahan korupsi. Keterbukaan juga mendorong partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dasar hukum keterbukaan informasi publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), serta peraturan turunannya yaitu Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013.
Berlanta juga menyoroti bahwa momentum reformasi menjadi titik penting lahirnya UU KIP setelah delapan tahun diperjuangkan oleh aktivis, jurnalis, akademisi, dan masyarakat sipil.Menurutnya, Komisi Informasi memiliki mandat menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mekanisme mediasi dan ajudikasi nonlitigasi, berbeda dengan Ombudsman yang memiliki fungsi investigatif.
“Kewenangan KI bersifat absolut dalam sengketa informasi publik. Setiap badan publik wajib menanggapi permohonan informasi paling lambat 10 hari kerja,” jelas Berlanta.
Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari yang di wakilkan oleh Supardi juga menerangkan keterbukaan informasi publik dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik sehingga memaksimalkan partisipasi publik dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Seperti “keterbukaan informasi seperti AMDAL sangat penting karena menyangkut kelangsungan hidup banyak orang, Dalam hal ini memastikan pembangunan memepertimbangkan aspek lingkungan. Masyarakat memiliki kesempatan untuk menyampaikan kekhawatiran dan pengetahuan lokal mereka, yang sering kali dapat mengidentifikasi potensi masalah lingkungan”.
Dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta dari unsur masyarakat, lembaga adat, hingga organisasi sipil menyampaikan pengalaman mereka menghadapi kesulitan memperoleh data dari instansi pemerintah. Berlanta mendorong peserta agar tidak ragu menggunakan haknya, bahkan membawa kasus ke Komisi Informasi bila diperlukan.
Diskusi ini juga menyoroti rencana pembentukan Komisi Informasi Kabupaten Nunukan guna memperkuat layanan dan penyelesaian sengketa informasi di tingkat daerah.
Berlanta berharap, pembentukan lembaga ini segera terealisasi sehingga masyarakat Nunukan memiliki akses dan perlindungan hukum yang lebih kuat dalam memperoleh informasi publik.
“Transparansi bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi fondasi kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tutup Berlanta. (Chy)